Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2017

Sesap Nikmat V60

Gambar
TAHUN lalu, kawanku Asri Malik menyodorkan gelas berisi cairan berwarna mirip teh pekat, " The real kopi," jarnya. Wah, pikirku masa iya kopi kayak teh gitu, biasanya kopi itu hitam, ada ampasnya, diseduh pake gula. Setelah saya coba seruput, uwekk... Rasanya kok pahit ada asamnya. Spontan aku muntahkan. Dia malah tertawa dengan cibiran khasnya. Kawanku ini sama sekali tidak kapok menawari dan terus menerus mejelaskan panjang lebar. "Kopi itu seperti ini, ini  baru yang namanya minum kopi, ini salah satu metode menyeduh kopi V60, dari biji kopi arabika yang roastingannya mendium, digrinder lalu diseduh menggunakan paper dan alat khusus, serta suhu air tertentu," tuturnya. Yah apalah itu, yang jelas kata dia, tradisi minum kopi saset bukanlah cara terbaik menikmati kopi. Cara terbaik itu yah seperti ini katanya. "Masih banyak metode lainnya, kalau kopi susu itu enaknya pakai robusta dengan metode seduhan vietnam drip," jelasnya. Hari demi

Cerminan Kota Maju Atau?

Gambar
SAYA memang lahir dan dibesarkan di Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan. Tapi belakangan saya merasa kurang tahu bahkan terkadang asing di tana kelahiranku sendiri. Sekitar 9 tahun lalu saat usia saya baru beranjak remaja, saya meninggalkan Pinrang dan merantau ke Kota Tarakan, Kalimantan Utara. Waktu itu saya memang belum terlalu paham kondisi di sini, seperti apa pemerintahannya, suhu perpolitikannya, kondisi sosialnya hingga perekonomiannya. Bahkan sampai saat ini pun sebenarnya masih sangat kurang paham. Namun, saya baru saja menyadari suatu hal. Di Kota Pinrang, Ibu Kota Kabupaten Pinrang ternyata banyak pengemis! Menurut hemat saya, bukannya pemandangan seperti ini identik dengan kota besar dan maju? Apakah Pinrang sudah menjadi kota maju? Sedikit gambaran dari pendapat saya, di kota besar dan maju biasanya masyarakatnya apatis dengan kondisi sosial atau terkesan anti sosial. Kebanyakan masyarakatnya hanya memikirkan diri sendiri karena persaingan ekonomi yang

Dilema Besar

Gambar
BERADA dalam kondisi sulit akan dua pilihan memang sangat menyakitkan. Pikiran bercampur aduk, kepercayaan memudar, curiga, apakah kawan masih ingin berkawan? Sangat membuat frustasi. Pilihan pertama; bertahan. Ada orangtua yang menginginkan perubahan hidup kepada anaknya. Yang menurut dia terlalu lama larut dalam kesia-siaan. Padahal sang anak sejatinya hanya ingin mengejar masa depan yang sesuai harapannya. Pilihan kedua; pergi/beranjak dari kungkungan orangtua. Ada kawan yang menawarkan sebuah impian besar. Menjanjikan pengalaman hidup yang cukup superior, tapi harus pergi menjauh dari orangtua. Artinya, harus melabrak, berontak dari keinginan Ibu Bapak. Kata orang, "hidup ini kita yang jalani, risikonya tanggung sendiri." Pergi... bertahan... pergi... bertahan... pergi... bertahan... Ah membosankan! Kalau ada pilihan ketiga, apa juga serumit ini? Kemungkinan untuk pilihan keempat juga seperti itu. Tingkat stress sudah mencapai puncak rasanya. Gila? I