BERSAMA SUHU JURNALIS


KEDATANGAN Mas Tris (tiga dari kiri) ke Tarakan terlebih ke Kedai Bean Laden, tentu mengagetkan saya. Mahfum saja, sudah nyaris setahun lebih sejak keluar dari salah satu perusahaan surat kabar, kami tidak bertemu.

Penampilannya kini tidak banyak berubah. Khas memakai jaket dan tas punggung. Sepatunya sudah rada mengkilap. Tutur kalimatnya masih sama, keluar dengan tenang. Dan analisa terukur. Kurang lebih 30-an menit kami mengobrol bersama teman lain seputar media dan dunia usaha. Kini, Mas Tris menjalankan usahanya berupa aplikasi pembayaran kebutuhan manusia dalam satu kartu (Paytren).

Di dunia jurnalis di Kaltara, nama Mas Tris cukup mumpuni. Belasan tahun menjalani kerja sebagai pewarta. Tulisannya, padat, kritis merangsang, dan tidak cacat logika. Saya beruntung pernah dibimbingnya sewaktu kerja di perusahaan yang sama. Susah sekali tembus halaman yang ia kelola. Hahahaa. Akhirnya sadar diri dengan kapasitas otak yang tidak seberapa ini, saya mundur perlahan dari bimbingannya, dan berguru kepada jurnalis senior lainnya, Edy Suratman dan Rustam Hamdani dan otodidak (mencari warna sendiri).

Kini, kami sama-sama nganggur di dunia kewartawanan. Sempat keinginan saya kembali terjun. "Saya mau saja sih lain kali jadi editor media secara freelance," kataku. "Bagus, peluang juga ada, darah jurnalis nggak bisa dihilangkan begitu saja meski udah kerja di bidang berbeda,"  tuturnya. "Kalau Mas Tris, nggak ada niatan kerja media lagi?" tanyaku balik. Dan dijawab hanya dengan senyuman kecil. (By:Asri Malik)

(Kedai Bean Laden, 15 November 2016)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pakde Salam, Nelayan yang Beralih Profesi Jadi Penjual Punpun

Sesap Nikmat V60